SPIRITUAL DI TEMPAT KERJA
A. Latar Belakang
Perubahan teknologi yang pesat menghasilkan tekanan yang begitu besar, yang terkadang membutakan manusia dengan kecerdasan spiritual rendah dalam menjalani visi dan misi hidupnya, membuat ia lupa melakukan refleksi diri dan lupa menjalankan perannya sebagai bagian dari komunitas.Kesibukan kerja dan keberhasilan yang dicapai tidak diamalkannya untuk penciptaan arti dan nilai bagi lingkungan.
B. Permasalahan
1. Bagaimana membentuk kecerdasan spiritual yang tinggi di tempat kerja?
2. Apakah manfaat dari pelaksanaan spiritual di tempat kerja ?
C. Pembahasan
Manusia memiliki pikiran dan roh, ingin mencari arti dan tujuan, berhubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari komunitas. Oleh karenanya,organisasi perlu membentuk budaya spiritualitas di lingkungan kerja.
Organisasi yang bersifat spiritual membantu karyawannya untuk mengembangkan dan mencapai potensi penuh dari dirinya (aktualisasi diri). Robbins & Judge dalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior menyebutkan budaya spiritualitas yang perlu dibentuk adalah:
1. Strong sense of purpose.Meskipun pencapaian keuntungan itu penting, tetapi hal itu tidak menjadi nilai utama dari suatu organisasi dengan budaya spiritual.Karyawan membutuhkan adanya tujuan perusahaan yang lebih bernilai, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk visi dan misi organisasi.
2. Trust and respect.Organisasi dengan budaya spiritual senantiasa memastikan terciptanya kondisi saling percaya, adanya keterbukaan dan kejujuran. Salah satunya dalam bentuk manajer dan karyawan tidak takut untuk melakukan dan mengakui kesalahan.
3. Humanistic work practices. Jam kerja yang fleksibel,penghargaan berdasarkan kerja tim,mempersempit perbedaan status dan imbal jasa, adanya jaminan terhadap hak-hak individu pekerja, kemampuan karyawan, dan keamanan kerja merupakan bentuk-bentuk praktik manajemen sumber daya manusia yang bersifat spiritual.
4. Toleration of employee expression. Organisasi dengan budaya spiritual memiliki toleransi yang tinggi terhadap bentuk-bentuk ekspresi emosi karyawan. Humor, spontanitas, keceriaan di tempat kerja tidak dibatasi. Saat ini sudah cukup banyak perusahaan yang menerapkan budaya spiritualitas di tempat kerja.
Bahkan, ada perusahaan yang mendorong dan mengizinkan setiap karyawan untuk menyediakan satu persen dari waktu kerjanya untuk melakukan pekerjaan sukarela bagi pengembangan komunitas, seperti: membagikan makanan kepada para tunawisma, kerja bakti membersihkan taman umum,mendirikan perpustakaan atau rumah baca untuk anak-anak jalanan,dan memberi bantuan bagi korban bencana alam.
Southwest Airlines adalah contoh sukses sebuah organisasi spiritual.Pembentukan budaya spiritual di Southwest Airlines telah membuat perusahaan itu menjadi salah satu perusahaan penerbangan dengan turn over terendah, secara konsisten memiliki biaya tenaga kerja terendah per jarak penerbangan, secara tetap mencatat waktu tiba yang lebih cepat dan tingkat komplain yang lebih rendah dibandingkan pesaingnya, dan terbukti merupakan perusahaan penerbangan yang paling konsisten dalam hal keuntungan di industri penerbangan Amerika Serikat.
Dengan terbentuknya budaya spiritualitas di tempat kerja, diharapkan akan terbentuk karyawan yang happy, tahu dan mampu memenuhi tujuan hidup. Karyawan yang demikian umumnya memiliki hidup yang seimbang antara kerja dan pribadi,antara tugas dan pelayanan.
Pada umumnya,mereka juga memiliki kinerja yang lebih tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan sebuah perusahaan konsultan besar, penerapan lingkungan kerja yang spiritual meningkatkan produktivitas dan menurunkan turn over.
Studi lainnya menunjukkan, karyawan yang kecerdasan spiritualnya tinggi dan didukung lingkungan kerja yang juga spiritual, secara positif menjadi lebih kreatif, memiliki kepuasan kerja yang tinggi, mampu bekerja dengan baik secara tim, dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi.
Manfaat dari mengembangkan spiritualitas kerja, bukan saja bagi individu bersangkutan, melainkan juga bagi organisasi tempatnya bekerja. Berbagai narasumber yang menyumbangkan tulisannya mengenai spiritualitas kerja, menjelaskan manfaat spiritualitas kerja:
1. McCormick dalam Journal Managerial Psychology, menjelaskan dalam kaitan dengan semakin banyaknya manajer yang berusaha menggabungkan spiritualitas dan manajemen: "… mengintegrasikan spiritualitas dan kerja memberikan makna yang dalam terhadap pekerjaan para manajer. Hal itu akan memberikan nilai-nilai yang paling dalam untuk menunjang pekerjaannya dan juga memberikan harapan akan adanya pemenuhan mendalam secara seimbang."
2. Ashmos & Duchon dalam Journal of Management Inquiry menguraikan:
"Suatu tempat kerja, di mana orang mengalami kegembiraan dan makna dalam pekerjaannya, merupakan tempat di mana spiritualitas lebih menonjol. Tempat kerja di mana orang melihat dirinya sebagai bagian dari komunitas yang dapat dipercaya, di mana mereka mengalami perkembangan pribadi sebagai bagian dari komunitas, di mana mereka merasa dihargai dan didukung, merupakan sebuah tempat kerja di mana spiritualitas berkembang."
3. Laabs dalam Personnel Journal menjelaskan berdasarkan pergeseran nilai sehubungan dengan berkembangnya perspektif spiritualitas kerja:
"Adanya perspektif spiritualitas selalu memungkinkan terjadinya pergantian nilai-nilai di tempat kerja. Pergantian ini bergerak dari ketakutan (bahwa dirinya tidak mampu untuk berbicara berterus terang dan ketakutan mengenai apa yang dipikirkan oleh orang lain) menuju kerja sama di tempat kerja.
Bila Anda mengimplementasikan nilai-nilai baru… meninggalkan kompetisi, mengusahakan kerja sama, membuat orang-orang merasa setara dan memungkinkan mereka untuk hidup dalam lingkungan yang bebas dari rasa takut, Anda bukan hanya akan menemukan intuisi dan kreativitas orang-orang di dalam organisasi, melainkan juga menemukan rasa memiliki terhadap organisasi."
4. Collins & Porras mengungkapkan manfaat yang diperoleh organisasi bila mendasari diri dengan nilai-nilai spiritualitas di tempat kerja:
"Terdapat perubahan yang nyata pada berbagai organisasi yang semula mencoba bebas nilai (value free) menjadi menekankan perkembangan nilai-nilai yang bermanfaat bagi organisasi, tenaga kerja, pelanggan, dan orang-orang lain yang terlibat (share holders). Organisasi yang didasari dengan nilai-nilai (value-based organizations) dinilai lebih sukses oleh para penulis modern."
Dari berbagai manfaat tersebut di atas, beberapa yang perlu ditegaskan sebagai kesimpulan adalah bahwa perspektif spiritualitas kerja memberikan nilai-nilai yang paling dalam bagi individu untuk menunjang pekerjaan. Selain itu, memberikan harapan akan adanya pemenuhan diri secara mendalam dan seimbang, sehingga mengalami kegembiraan dan makna dalam pekerjaannya, dapat melihat dirinya sebagai bagian dari komunitas yang dapat dipercaya, mengalami perkembangan pribadi sebagai bagian dari komunitas di mana mereka merasa dihargai dan didukung.
Bila organisasi memberikan peluang spiritualitas kerja dengan membangun nilai-nilai kebersamaan, hal itu membuat orang merasa setara dan memungkinkan mereka hidup dalam lingkungan yang bebas rasa dari takut, sehingga lebih tajam dalam intuisi dan kreativitas, serta rasa memiliki terhadap organisasi.
Perubahan teknologi yang pesat menghasilkan tekanan yang begitu besar, yang terkadang membutakan manusia dengan kecerdasan spiritual rendah dalam menjalani visi dan misi hidupnya, membuat ia lupa melakukan refleksi diri dan lupa menjalankan perannya sebagai bagian dari komunitas.Kesibukan kerja dan keberhasilan yang dicapai tidak diamalkannya untuk penciptaan arti dan nilai bagi lingkungan.
B. Permasalahan
1. Bagaimana membentuk kecerdasan spiritual yang tinggi di tempat kerja?
2. Apakah manfaat dari pelaksanaan spiritual di tempat kerja ?
C. Pembahasan
Manusia memiliki pikiran dan roh, ingin mencari arti dan tujuan, berhubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari komunitas. Oleh karenanya,organisasi perlu membentuk budaya spiritualitas di lingkungan kerja.
Organisasi yang bersifat spiritual membantu karyawannya untuk mengembangkan dan mencapai potensi penuh dari dirinya (aktualisasi diri). Robbins & Judge dalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior menyebutkan budaya spiritualitas yang perlu dibentuk adalah:
1. Strong sense of purpose.Meskipun pencapaian keuntungan itu penting, tetapi hal itu tidak menjadi nilai utama dari suatu organisasi dengan budaya spiritual.Karyawan membutuhkan adanya tujuan perusahaan yang lebih bernilai, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk visi dan misi organisasi.
2. Trust and respect.Organisasi dengan budaya spiritual senantiasa memastikan terciptanya kondisi saling percaya, adanya keterbukaan dan kejujuran. Salah satunya dalam bentuk manajer dan karyawan tidak takut untuk melakukan dan mengakui kesalahan.
3. Humanistic work practices. Jam kerja yang fleksibel,penghargaan berdasarkan kerja tim,mempersempit perbedaan status dan imbal jasa, adanya jaminan terhadap hak-hak individu pekerja, kemampuan karyawan, dan keamanan kerja merupakan bentuk-bentuk praktik manajemen sumber daya manusia yang bersifat spiritual.
4. Toleration of employee expression. Organisasi dengan budaya spiritual memiliki toleransi yang tinggi terhadap bentuk-bentuk ekspresi emosi karyawan. Humor, spontanitas, keceriaan di tempat kerja tidak dibatasi. Saat ini sudah cukup banyak perusahaan yang menerapkan budaya spiritualitas di tempat kerja.
Bahkan, ada perusahaan yang mendorong dan mengizinkan setiap karyawan untuk menyediakan satu persen dari waktu kerjanya untuk melakukan pekerjaan sukarela bagi pengembangan komunitas, seperti: membagikan makanan kepada para tunawisma, kerja bakti membersihkan taman umum,mendirikan perpustakaan atau rumah baca untuk anak-anak jalanan,dan memberi bantuan bagi korban bencana alam.
Southwest Airlines adalah contoh sukses sebuah organisasi spiritual.Pembentukan budaya spiritual di Southwest Airlines telah membuat perusahaan itu menjadi salah satu perusahaan penerbangan dengan turn over terendah, secara konsisten memiliki biaya tenaga kerja terendah per jarak penerbangan, secara tetap mencatat waktu tiba yang lebih cepat dan tingkat komplain yang lebih rendah dibandingkan pesaingnya, dan terbukti merupakan perusahaan penerbangan yang paling konsisten dalam hal keuntungan di industri penerbangan Amerika Serikat.
Dengan terbentuknya budaya spiritualitas di tempat kerja, diharapkan akan terbentuk karyawan yang happy, tahu dan mampu memenuhi tujuan hidup. Karyawan yang demikian umumnya memiliki hidup yang seimbang antara kerja dan pribadi,antara tugas dan pelayanan.
Pada umumnya,mereka juga memiliki kinerja yang lebih tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan sebuah perusahaan konsultan besar, penerapan lingkungan kerja yang spiritual meningkatkan produktivitas dan menurunkan turn over.
Studi lainnya menunjukkan, karyawan yang kecerdasan spiritualnya tinggi dan didukung lingkungan kerja yang juga spiritual, secara positif menjadi lebih kreatif, memiliki kepuasan kerja yang tinggi, mampu bekerja dengan baik secara tim, dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi.
Manfaat dari mengembangkan spiritualitas kerja, bukan saja bagi individu bersangkutan, melainkan juga bagi organisasi tempatnya bekerja. Berbagai narasumber yang menyumbangkan tulisannya mengenai spiritualitas kerja, menjelaskan manfaat spiritualitas kerja:
1. McCormick dalam Journal Managerial Psychology, menjelaskan dalam kaitan dengan semakin banyaknya manajer yang berusaha menggabungkan spiritualitas dan manajemen: "… mengintegrasikan spiritualitas dan kerja memberikan makna yang dalam terhadap pekerjaan para manajer. Hal itu akan memberikan nilai-nilai yang paling dalam untuk menunjang pekerjaannya dan juga memberikan harapan akan adanya pemenuhan mendalam secara seimbang."
2. Ashmos & Duchon dalam Journal of Management Inquiry menguraikan:
"Suatu tempat kerja, di mana orang mengalami kegembiraan dan makna dalam pekerjaannya, merupakan tempat di mana spiritualitas lebih menonjol. Tempat kerja di mana orang melihat dirinya sebagai bagian dari komunitas yang dapat dipercaya, di mana mereka mengalami perkembangan pribadi sebagai bagian dari komunitas, di mana mereka merasa dihargai dan didukung, merupakan sebuah tempat kerja di mana spiritualitas berkembang."
3. Laabs dalam Personnel Journal menjelaskan berdasarkan pergeseran nilai sehubungan dengan berkembangnya perspektif spiritualitas kerja:
"Adanya perspektif spiritualitas selalu memungkinkan terjadinya pergantian nilai-nilai di tempat kerja. Pergantian ini bergerak dari ketakutan (bahwa dirinya tidak mampu untuk berbicara berterus terang dan ketakutan mengenai apa yang dipikirkan oleh orang lain) menuju kerja sama di tempat kerja.
Bila Anda mengimplementasikan nilai-nilai baru… meninggalkan kompetisi, mengusahakan kerja sama, membuat orang-orang merasa setara dan memungkinkan mereka untuk hidup dalam lingkungan yang bebas dari rasa takut, Anda bukan hanya akan menemukan intuisi dan kreativitas orang-orang di dalam organisasi, melainkan juga menemukan rasa memiliki terhadap organisasi."
4. Collins & Porras mengungkapkan manfaat yang diperoleh organisasi bila mendasari diri dengan nilai-nilai spiritualitas di tempat kerja:
"Terdapat perubahan yang nyata pada berbagai organisasi yang semula mencoba bebas nilai (value free) menjadi menekankan perkembangan nilai-nilai yang bermanfaat bagi organisasi, tenaga kerja, pelanggan, dan orang-orang lain yang terlibat (share holders). Organisasi yang didasari dengan nilai-nilai (value-based organizations) dinilai lebih sukses oleh para penulis modern."
Dari berbagai manfaat tersebut di atas, beberapa yang perlu ditegaskan sebagai kesimpulan adalah bahwa perspektif spiritualitas kerja memberikan nilai-nilai yang paling dalam bagi individu untuk menunjang pekerjaan. Selain itu, memberikan harapan akan adanya pemenuhan diri secara mendalam dan seimbang, sehingga mengalami kegembiraan dan makna dalam pekerjaannya, dapat melihat dirinya sebagai bagian dari komunitas yang dapat dipercaya, mengalami perkembangan pribadi sebagai bagian dari komunitas di mana mereka merasa dihargai dan didukung.
Bila organisasi memberikan peluang spiritualitas kerja dengan membangun nilai-nilai kebersamaan, hal itu membuat orang merasa setara dan memungkinkan mereka hidup dalam lingkungan yang bebas rasa dari takut, sehingga lebih tajam dalam intuisi dan kreativitas, serta rasa memiliki terhadap organisasi.